Previous Episode: Manifesto Hidup
Next Episode: Normal yang Baru

Waktu itu aku masih SMA, kelas 2 kira-kira, setiap jam makan siang biasanya aku dan teman-temanku sudah berjejer berbaris rapi di tepi jalan di sisi sekolah bagian selatan. Antri untuk beli makanan. Ada warung kaki lima di situ, bu Ina nama yang punya, legendaris lah buat kami. Menu andalan kami, nasi porsinya setengah, sop sayur ekstra kuah, dan mendoannya dua. Itu terus yang kami pesan. 1500 kalo tidak salah habisnya sudah sama minuman, kalo sedang ada uang lebih, biasanya kami akan menambah sepotong ayam goreng yang selalu panas baru saja terangkat dari penggorengan. Di suatu waktu saat masih asik melahap makan siang, ada seseorang yang datang menghampiriku, tidak terlalu tua tapi tidak bisa dibilang muda juga, bapak-bapak, tidak berkata apa-apa, tatapannya pun kosong, dia datang hanya untuk memberikan secarik kertas ditaruhnya di samping piringku, lalu kemudian pergi langsung entah kemana aku tidak memperhatikan karena sibuk meniup nasi sopku yang awet mengepul. Sesudah makan, kuperhatikan kertas tersebut, masih disitu, agak sedikit berminyak terkena tetesan mendoanku kayaknya. Sambil memainkan tusuk gigi di sela-sela gigi, kubaca lalu kertas itu dalam hati. Isinya kurang lebih begini. “Ini adalah maklumat Imam Besar Masjidil Haram di Mekah (hm, sejak kapan masjidil haram ada di kota selain Mekah, tapi ya sudah, aku tetap lanjut membacanya) Kiamat sudah dekat, selamatkan diri kamu dan keluargamu dari siksa kubur dan neraka... Bla bla bla, yada yada yada, bagikan maklumat ini kepada 10 orang terdekatmu, barang siapa yang membagikannya, akan terhindar dari siksa neraka, dan barangsiapa hingga esok hari membiarkan pesan ini begitu saja, besok sore akan mendapatkan kecelakaan dan musibah marabahaya. Wow, aku pun terhenyak, tidak hanya nomor 3, atau 4 saja, tapi semua nomor di surat itu membuatku tercengang. Hampir tusuk gigiku pun ikut tertelan. Rasa takut dan merinding tiba-tiba datang, creepy. Siapa bapak-bapak tadi, kenapa kertas ini dikasihnya ke aku, kenapa harus disebar ke 10 orang, kenapa sop tadi lebih panas dari biasanya, apakah pertanda aku masuk neraka? dan kenapa-kenapa lainnya yang lalu terhenti karena bel masuk sudah berbunyi. Penanda waktu untuk kami bolos kelas kembali. Maklumat aneh itu pun lalu aku masukkan ke kantong dan sejenak terlupakan. Hari pun berganti, sudah lewat tiga hari kira-kira kalo gak salah, saat aku ingin merendam celana sekolahku, tiba-tiba kutemukan maklumat tadi kembali di balik saku, Astaghfirullah, aku lupa menyebarkan maklumat ini ke 10 orang terdekatku. Celaka lah aku, wait, tapi deadline-nya bukannya sudah lewat? 3 hari terakhir seingatku tidak ada tuh kecelakaan menimpaku atau orang terdekatku. Sedikit lega, tapi masih was-was, jangan-jangan suratnya typo, maksudnya minggu depan kali celakanya. Untuk meyakinkan diri, aku pergi buru-buru ke masjid di seberang rumahku. Membawa serta maklumat tersebut lengkap dengan celana sekolahku, kuketuk ruangan di bagian belakang masjid, mencari ustad lingkunganku. Dibukanya pintu, Alhamdulillah, beliau ada disitu. Parasnya sedikit bingung, kenapa tiba-tiba bocah ini terengah-engah di depan pintu membawa secarik kertas dan celana abu-abu. Kuceritakan lah kejadian dan maklumat itu tanpa ragu. Beliau terdiam sejenak, lalu tersenyum, dan menasehatiku, katanya kalo kiamat makin dekat itu benar adanya, tapi selain itu, sebagian besar dari isi maklumatnya dijamin palsu. Imam masjidil haram itu sibuk selalu, gak mungkin sempat membuat surat kaleng-kaleng semacam itu. Lega rasanya, agak sedikit dongkol, mau-maunya ditipu sama maklumat palsu. Setiap kali mengingat cerita itu aku suka geli sendiri, sekarang sih karena sudah semakin besar gak gampang lah tertipu harusnya. Kecuali tertipu rasa cinta. Di kuliah kan kita sudah diajari untuk berpikir skeptis, selalu mencari bukti yang cukup dari setiap premis, atau telaah dulu setiap informasi sebelum membangun argumentasi. Sayangnya seiring jaman yang semakin canggih, penyebar hoax pun semakin gigih. Dengan jaringan internet yang nyaris tak terbatas, hoax pun semakin sulit untuk diberantas. Sebagai golongan yang diberikan privilege mengenyam pendidikan, kita harus jadi yang lebih kebal terhadap informasi gak bermutu apalagi yang cenderung provokatif dan grusa grusu. Setiap kali menerima berita bombastis, jangan malas mencari konfirmasi. Kalo ada dari orang terdekat kita termakan hoax, ingatkan dengan cara yang baik. Jangan ikut menyebarkan kabar-kabar tidak benar, kalo tidak perlu-perlu amat, setiap kali ketemu hoax, tidak perlu ikutan berkomentar di media sosial, nanti makin viral, makin senang mereka. Blok saja langsung. Biarkan berhenti di kamu. Ini adalah maklumat dari aku, sebarkan, jangan berhenti di kamu. #indahnya berbagi. Salam

Hosted on Acast. See acast.com/privacy for more information.