Previous Episode: Merebut Diri Sendiri
Next Episode: Bahasa Keakraban

Sebenarnya harus diakui, betapa sulitnya mencari Tuhan itu. Kalau Tuhan Yesus memperkenalkan Injil atau hal-hal rohani, itu karena memang bangsa Israel adalah masyarakat yang sangat agamani. Hal-hal yang bertalian dengan Tuhan atau spiritual adalah bagian integral dalam hidup mereka setiap hari. Bayangkan, betapa sulitnya memperkenalkan kepada suatu masyarakat yang tidak memedulikan hal-hal yang bertalian dengan... Continue reading →

Sebenarnya harus diakui, betapa sulitnya mencari Tuhan itu. Kalau Tuhan Yesus memperkenalkan Injil atau hal-hal rohani, itu karena memang bangsa Israel adalah masyarakat yang sangat agamani. Hal-hal yang bertalian dengan Tuhan atau spiritual adalah bagian integral dalam hidup mereka setiap hari. Bayangkan, betapa sulitnya memperkenalkan kepada suatu masyarakat yang tidak memedulikan hal-hal yang bertalian dengan Tuhan atau hal-hal spiritual dalam masyarakat yang sudah terbiasa tidak memedulikan kepada hal-hal tersebut, seperti masyarakat di beberapa negara Barat hari ini. 


Apalagi kalau mereka sudah makmur dan berpikir rasional versi mereka, artinya segala sesuatu yang tidak bisa diverifikasi secara sains adalah omong kosong. Tuhan pun dianggap omong kosong. Inilah masyarakat yang mengalami penduniawian atau sekulerisme. Gejala seperti ini sudah mewabah di seluruh dunia, bahkan negara yang bertuhan sebagai silanya seperti Indonesia, Tuhan pun dianggap omong kosong. Hal ini terbukti dari sikap hidup dan segala tindakan mereka. Hari ini dan ke depan kita semakin dihadapkan pada masyarakat dan sebagian besar manusia yang sebenarnya tidak mencari Tuhan. 


Atmosfer dunia yang fasik ini pasti ikut mempengaruhi kita. Kita harus tetap pada integritas sebagai anak-anak Allah yang berdiri tegak berdasarkan kebenaran Alkitab, bahwa mencari Tuhan atau mendahulukan Kerajaan Surga adalah prioritas lebih dari segala hal (Mat. 6:33). Kesempatan untuk mencari Tuhan atau mendahulukan Kerajaan Allah sangat singkat dan terbatas. Itulah sebabnya Tuhan berfirman agar kita mencari Tuhan selama Ia berkenan ditemui (Yes. 55:6). Inilah masa perkenanan itu, sebab kalau pintu sudah ditutup, maka tidak ada yang bisa membukanya. Sama seperti pada saat pintu bahtera Nuh sudah ditutup, maka tidak ada yang bisa membukanya. 


Hari ini banyak orang sedang berpesta dengan kehidupan ini tanpa sungguh-sungguh mencari Tuhan. Mereka termasuk orang-orang beragama yang hanya beragama, tetapi belum menemukan Tuhan. Mereka menemukan pengetahuan tentang Tuhan secara terbatas dan melakukan kegiatan agamanya, tetapi mereka belum bersentuhan langsung dengan Tuhan. Pada dasarnya mereka belum memiliki pengalaman yang riil atau nyata dengan Tuhan. Lebih mengerikan kalau yang berkeadaan belum menemukan Tuhan itu ternyata juga adalah orang-orang yang berbicara di mimbar mengatasnamakan Tuhan. Maka Tuhan yang diperkenalkan atau dikhotbahkan adalah Tuhan dalam fantasi saja.


Kata “mencari Tuhan” dalam lingkungan orang percaya adalah kata yang sudah tidak asing. Sering diucapkan dan didengar. Tetapi tidak banyak yang benar-benar mengerti apa yang dimaksud dengan mencari Tuhan itu, apalagi menggelarnya dalam kehidupan. Sehingga faktanya banyak orang beragama Kristen, tetapi tidak mencari Tuhan. Hendaknya seseorang tidak berpikir dangkal, sudah merasa mencari Tuhan hanya karena pergi ke gereja. 


Mencari Tuhan pada dasarnya dibangun dari dua motivasi utama, pertama, berusaha mengenal Tuhan untuk dapat melakukan kehendak-Nya. Untuk ini pihak gereja harus mengajarkan kebenaran agar jemaat mengenal Allah dengan benar. Sebagai buahnya, orang percaya diajar untuk menempatkan diri dengan benar di hadapan-Nya. Karakternya diubahkan terus untuk dapat dikembalikan seperti rancangan Allah semula, menghormati Tuhan atau menyembah Tuhan dan melayani Tuhan dengan membantu orang lain bisa memiliki kedewasaan rohani yang benar. 


Kedua, berusaha mengalami Tuhan setiap saat sehingga dapat menjadikan Tuhan sebagai kebahagiaan. Ini bukan sekadar pengalaman keagamaan dalam liturgi atau misa. Tetapi pengalaman riil dengan Tuhan setiap hari. Untuk ini seseorang harus serius menghayati atau memberi perhatian kepada kehadiran Tuhan setiap saat, meninggalkan kesenangan dunia dan berusaha mengubah cita rasa jiwanya terhadap dunia ini. Tentu saja orang-orang seperti ini akan menyediakan waktu pergi ke gereja, doa pribadi dan bersekutu dengan saudara-saudara yang memiliki kerinduan yang sama. Tanpa hal ini seseorang akan gagal untuk dapat menikmati Tuhan. 


Kalau seseorang ke gereja hanya karena memiliki masalah agar dapat jalan keluar dari masalahnya atau karena suatu kebutuhan jasmani, itu berarti belum mencari Tuhan. Mereka hanya mencari jalan keluar dari masalahnya atau menemukan pemenuhan kebutuhan jasmaninya. Inilah yang dilakukan oleh orang-orang Israel pada zaman Tuhan Yesus di bumi mengenakan tubuh daging, mereka mencari Tuhan hanya karena roti (Yoh. 6:26). Mereka mencari sesuatu yang tidak prinsip atau bukan kebutuhan utama. 


Karena kebodohan itu mereka tidak melihat “tanda” atau petunjuk arah (Yun. semeion; σημεῖον). Hal yang sama seperti orang-orang Israel yang bodoh tersebut dilakukan banyak orang Kristen hari ini yang pergi ke gereja bukan karena hendak mencari Tuhan. Celakanya pihak gereja melegalisir praktik tersebut seakan-akan benar. Oleh sebab itu, jemaat harus jeli menilai gereja mana yang benar dan yang palsu.


 


Kalau seseorang ke gereja hanya karena demi jalan keluar dari masalahnya atau suatu kebutuhan jasmani, itu berarti ia belum mencari Tuhan.